Pedofilia dan Waralaba
Pedofilia
Sebagai diagnosa medis, pedofilia didefinisikan
sebagai gangguan kejiwaan pada orang dewasa atau remaja yang telah mulai dewasa
(pribadi dengan usia 16 atau lebih tua) biasanya ditandai dengan suatu
kepentingan seksual primer atau eksklusif pada
anak prapuber (umumnya usia 13 tahun atau lebih muda, walaupun pubertas dapat
bervariasi). Anak harus minimal lima tahun lebih muda
dalam kasus pedofilia remaja (16 atau lebih tua) baru dapat diklasifikasikan
sebagai pedofilia. Kata pedofilia
berasal dari bahasa Yunani: paidophilia (παιδοφιλια)—pais(παις, "anak-anak") dan philia (φιλια, "cinta yang bersahabat"
atau "persahabatan", meskipun
ini arti harfiah telah diubah terhadap daya tarik seksual pada zaman modern,
berdasarkan gelar "cinta anak" atau "kekasih anak," oleh
pedofil yang menggunakan simbol dan kode untuk mengidentifikasi preferensi
mereka. Klasifikasi Penyakit Internasional (ICD)
mendefinisikan pedofilia sebagai "gangguan kepribadian dewasa dan
perilaku" di mana ada pilihan seksual untuk anak-anak pada usia pubertas
atau pada masa prapubertas awal. Istilah
ini memiliki berbagai definisi seperti yang ditemukan dalam psikiatri, psikologi,
bahasa setempat, dan penegakan
hukum.
Menurut Diagnostik dan Statistik Manual Gangguan Jiwa (DSM), pedofilia adalah parafilia di mana seseorang memiliki hubungan
yang kuat dan berulang terhadap dorongan seksual dan fantasi tentang anak-anak
prapuber dan di mana perasaan mereka memiliki salah satu peran atau yang
menyebabkan penderitaan atau kesulitan interpersonal. Pada saat ini rancangan DSM-5
mengusulkan untuk menambahkan hebefilia dengan kriteria diagnostik, dan
akibatnya untuk mengubah nama untuk gangguan
pedohebefilik.Meskipun gangguan ini (pedofilia) sebagian besar
didokumentasikan pada pria, ada juga wanita yang menunjukkan gangguan tersebut,
dan peneliti berasumsi perkiraan yang ada lebih rendah dari jumlah sebenarnya pada
pedofil perempuan. Tidak ada obat
untuk pedofilia yang telah dikembangkan. Namun demikian, terapi tertentu yang
dapat mengurangi kejadian seseorang untuk melakukan pelecehan
seksual terhadap anak. Di Amerika Serikat, menurut Kansas
v. Hendricks, pelanggar seks yang didiagnosis
dengan gangguan mental tertentu, terutama pedofilia, bisa dikenakan pada komitmen
sipil yang tidak
terbatas, di bawah undang-undang
berbagai negarabagian
(umumnya disebut hukum SVP) dan Undang-Undang Perlindungan dan Keselamatan Anak Adam
Walsh pada tahun 2006.
Dalam penggunaan populer, pedofilia
berarti kepentingan seksual pada anak-anak atau tindakan pelecehan seksual
terhadap anak, sering disebut "kelakuan pedofilia. Misalnya, The American Heritage Stedman's Medical Dictionary menyatakan, "Pedofilia adalah tindakan atau fantasi pada
dari pihak orang dewasa yang terlibat dalam aktivitas seksual dengan anak atau
anak-anak." Aplikasi umum
juga digunakan meluas ke minat seksual dan pelecehan seksual terhadap anak-anak
dibawah umur atau remaja pasca pubertas dibawah umur. Para peneliti merekomendasikan bahwa tidak tepat menggunakan dihindari,
karena orang yang melakukan pelecehan seksual anak umumnya menunjukkan gangguan
tersebut, tetapi beberapa pelaku
tidak memenuhi standar diagnosa klinis untuk pedofilia, dan standar diagnosis klinis berkaitan dengan masa prapubertas. Selain itu, tidak
semua pedofil benar-benar melakukan pelecehan tersebut.
Pedofilia pertama kali secara resmi
diakui dan disebut pada akhir abad ke-19. Sebuah jumlah
yang signifikan di daerah penelitian telah terjadi sejak tahun 1980-an. Saat
ini, penyebab pasti dari pedofilia belum ditetapkan secara meyakinkan. Penelitian menunjukkan bahwa pedofilia
mungkin berkorelasi dengan beberapa kelainan neurologis yang berbeda, dan
sering bersamaan dengan adanya gangguan kepribadian lainnya dan patologi psikologis.
Dalam konteks psikologi
forensik dan penegakan
hukum, berbagai tipologi telah disarankan untuk mengkategorikan
pedofil menurut perilaku dan motivasinya.
Etimologi dan definisi
Kata ini berasal dari bahasa Yunani: paidophilia (παιδοφιλια)—pais (παις, "anak-anak") dan philia (φιλια, "cinta yang
bersahabat" atau "persahabatan". Di zaman modern, pedofil digunakan
sebagai ungkapan untuk "cinta anak" atau "kekasih anak" dan
sebagian besar dalam konteks ketertarikan romantis atau seksual.
Infantofilia, atau nepiofilia, digunakan untuk
merujuk pada preferensi seksual untuk bayi dan balita (biasanya umur 0-3).
Pedofilia digunakan untuk
individu dengan minat seksual utama pada anak-anak prapuber yang berusia 13
atau lebih muda.
Hebephilia didefinisikan sebagai individu dengan minat seksual utama pada
anak prapubertas yang berusia 11 hingga 14 tahun. DSM IV tidak memasukkan hebephilia di
dalam daftar di antara diagnosis, sedangkan ICD-10 mencakup hebephilia dalam
definisi pedofilia.
Model penyakit
Istilah erotika pedofilia diciptakan pada tahun 1886 oleh psikiater asal Wina, Richard von
Krafft-Ebing dalam
tulisannya Psychopathia
Sexualis. Istilah
ini muncul pada bagian yang berjudul "Pelanggaran Individu Pada Abad Empat
belas," yang berfokus pada aspek psikiatri
forensik dari
pelanggar seksual anak pada umumnya. Krafft-Ebing menjelaskan beberapa tipologi
pelaku, membagi mereka menjadi asal usul psikopatologis dan non-psikopatologis, dan
hipotesis beberapa faktor penyebab yang terlihat yang dapat mengarah pada pelecehan
seksual terhadap anak-anak.
Krafft-Ebing menyebutkan erotika pedofilia dalam tipologi "penyimpangan psiko-seksual." Dia
menulis bahwa ia hanya menemukan empat kali selama karirnya dan memberikan
deskripsi singkat untuk setiap kasus, daftar tiga ciri umumnya yaitu:
1. Individu
tercemari [oleh keturunan] (belastate hereditär).
2. Daya
tarik utama subyek adalah untuk anak-anak, daripada orang dewasa.
3. Tindakan
yang dilakukan oleh subjek biasanya tidak berhubungan, melainkan melibatkan
tindakan yang tidak pantas seperti menyentuh atau memanipulasi anak dalam
melakukan tindakan pada subjek.
Dia menyebutkan beberapa kasus pedofilia di kalangan perempuan
dewasa (yang disediakan oleh dokter lain), dan juga dianggap sebagai pelecehan
terhadap anak laki-laki oleh laki-laki homoseksual menjadi sangat langka. Lebih lanjut mengklarifikasi hal ini,
ia menunjukkan bahwa kasus pria dewasa yang memiliki gangguan kesehatan atau neurologis dan pelecehan terhadap seorang anak
laki-laki yang bukan pedofilia yang sebenarnya, dan bahwa dalam korban
pengamatannya adalah orang-orang seperti itu cenderung lebih tua dan dibawah
umur. Dia juga mencantumkan "Pseudopaedofilia" sebagai kondisi
istimewa dimana "individu yang telah kehilangan libido untuk orang dewasa melalui masturbasi dan
kemudian berbalik kepada anak-anak untuk pemuasan nafsu seksual mereka"
dan menyatakan ini jauh lebih umum.
Pada tahun 1908, neuroanatomis dan psikiater asal Swiss, Auguste Forel menulis tentang fenomena tersebut,
mengusulkan bahwa hal itu disebut sebagai "Pederosis," pada
"Nafsu Seksual pada Anak." Mirip dengan karya Krafft-Ebing, Forel
membuat perbedaan antara pelecehan seksual insidentil oleh orang dengan
demensia dan kondisi otak organik, dan keinginan seksual yang benar-benar istimewa
dan kadang-kadang eksklusif pada anak-anak. Namun, ia tidak setuju dengan
Krafft-Ebing dimana bahwa ia merasakan kondisi yang kedua adalah terutama
tertanam dan tak berubah.
Istilah "pedofilia" menjadi
istilah yang berlaku umum pada kondisi dan dilihat penerapan secara luas pada
awal abad 20, muncul dimana banyak dalam kamus medis populer seperti Stedman Edisi ke-5.
Pada tahun 1952, itu termasuk dalam edisi pertama Diagnostik Manual dan
Statistik Gangguan Mental. Edisi ini dan selanjutnya DSM-II yang
terdaftar gangguan sebagai salah satu subtipe dari klasifikasi "Deviasi
Seksual," tetapi tidak ada kriteria diagnostik disediakan. DSM-III,
diterbitkan pada tahun 1980, berisi deskripsi lengkap dari gangguan dan memberikan
seperangkat pedoman untuk diagnosis. Revisi
pada tahun 1987, DSM-III-R, tetap dengan deskripsi yang sebagian besar sama,
tapi diperbaharui dan diperluas kriteria diagnostiknya. Beberapa dokter
mengusulkan pengkategorian lebih lanjut, agak atau sama sekali dibedakan dari
pedofilia, termasuk "pedohebefilia," "hebefilia,"
dan "efebofilia" (walaupun efebofilia tidak
dianggap patologis). Ahli lain
seperti Karen
Franklin mempertimbangkan
klasifikasi seperti hebefilia menjadi "pretekstual" diagnosa yang
tidak harus dianggap sebagai gangguan.
Sejarah Waralaba
Franchise
pertama kali dimulai di Amerika oleh Singer Sewing Machine Company, produsen
mesin jahit Singer pada 1851. Pola itu kemudian diikuti oleh perusahaan
otomotif General Motor Industry yang melakukan penjualan kendaraan bermotor
dengan menunjuk distributor franchise pada tahun 1898. Selanjutnya, diikuti
pula oleh perusahaan-perusahaan soft drink di Amerika sebagai saluran distribusi
di AS dan negara-negara lain.
Sedangkan
di Inggris waralaba dirintis oleh J Lyons melalui usahanya Wimpy and Golden Egg
pada dekade 60-an.
Franchise
dengan cepat menjadi model yang dominan dalam mendistribusikan barang dan jasa
di Amerika Serikat. Menurut the International Franchise Association, sekarang
ini satu dari dua belas usaha perdagangan di Amerika Serikat adalah franchise.
Franchise menyerap delapan juta tenaga kerja dan mencapai empat puluh satu
persen dari seluruh bisnis eceran di Amerika Serikat (David Hess, 1995: 333).
Franchising kemudian berkembang dengan pesat karena metode pemasaran ini
digunakan oleh berbagai jenis usaha, seperti restoran, bisnis retail, salon
rambut, hotel, dealer mobil, stasiun pompa bensin, dan sebagainya (Robert W.
Emerson, 1994: 920).
Di
Indonesia franchise dikenal sejak era 70-an ketika masuknya Shakey Pisa, KFC,
Swensen dan Burger King. Perkembangannya terlihat sangat pesat dimulai sekitar
1995. Data Deperindag pada 1997 mencatat sekitar 259 perusahaan penerima
waralaba di Indonesia. Setelah itu, usaha franchise mengalami kemerosotan
karena terjadi krisis moneter. Para penerima waralaba asing terpaksa menutup
usahanya karena nilai rupiah yang terperosok sangat dalam. Hingga tahun 2000,
franchise asing masih menunggu untuk masuk ke Indonesia. Hal itu disebabkan
kondisi ekonomi dan politik yang belum stabili ditandai dengan perseteruan para
elit politik. Barulah pada 2003, usaha franchise di tanah air mengalami
perkembangan yang sangat pesat.
Franchise
dapat dibedakan dalam dua bentuk yaitu product and trade franchise dan business
format franchisee. Dalam bentuk yang pertama franchisor memberikan lisensi
kepada franchise untuk menjual produk-produk franchisor. Contoh dari bentuk
yang pertama adalah dealer mobil dan stasiun pompa bensin. Dalam bentuk yang
kedua yaitu bisnis format franchisee, franchisor memberikan seluruh konsep
bisnis yang meliputi strategi pemasaran, pedoman dan standar pengoperasian
usaha dan bantuan dalam mengoperasikan franchise. Dengan demikian franchisee
mempunyai identitas yang tidak terpisahkan dari franchisor (David Hess, 1995:
337).
Pada
umumnya bentuk ini digunakan dalam usaha fastfood restaurant seperti Kentucky
Fried Chicken, Pizza Hut, Mc Donald, Hotel, dan jasa penyewaan mobil. Bentuk
inilah yang digunakan franchisor asing menyerbu pasar Indonesia dan digunakan
juga oleh bisnis lokal seperti Es Teller 77,Â
Rudi Hadisuwarno Salon, Mbok Berek, dll.
solusi pedofilia
Kebiri Kimia: Kemanusiaan VS Perlindungan Korban
Pemerintah India berencana memberlakukan kebiri paksa bagi pemerkosa.
Meski diprotes karena dianggap tidak manusiawi, namun banyak negara yang
memberlakukan metode kebiri kimia bagi pelaku kejahatan seksual.
Pemerintah yang berkuasa mengusulkan untuk memperberat hukuman penjara ditambah kebiri kimia paksa bagi para pelaku kejahatan seksual. Pada saat bersamaan, pemerintah Turki tahun ini juga akan memberlakukan hukuman yang sama bagi para pedofil.
Para aktivis hak asasi manusia menentang praktek kebiri kimia paksa, dan menyebut itu sebagai sebuah tindakan melawan kebebasan dan kemanusiaan.
Matikan Dorongan Seksual
Kebiri kimia berbeda dengan metode kebiri fisik. Kebiri kimia tidak dilakukan dengan membedah atau mengamputasi testis.
Secara teknis, kebiri kimia dilakukan dengan memasukkan bahan kimia antiandrogen, baik melalui pil atau suntikan ke tubuh seseorang untuk memperlemah hormon testosteron. Secara sederhana, zat kimia yang dimasukkan ke dalam tubuh itu akan mengurangi bahkan menghilangkan libido atau hasrat seksual.
Kebiri kimia sering dianggap sebagai alternatif bagi hukuman seumur hidup atau bahkan hukuman mati, karena pelaku kejahatan seksual bisa dibebaskan dengan mengurangi atau bahkan menghilangkan kesempatan bagi mereka untuk melakukan kejahatan yang sama.
Emosional
Direktur Human Rights Watch HRW Asia Selatan Meenakshi Ganguly, kepada Deutsche Welle menyebut “Ini seperti diskusi di ruang hampa, karena kami tidak tahu pasti apa yang dimaksud ketika orang-orang di sini (India-red) bicara soal kebiri kimia.“
Partai Kongres India yang berencana mengusulkan hukuman ini memang belum memberi penjelasan detail.
“Kami harus memahami dulu mekanisme dan prosedur medis kebiri kimia. Saat ini orang-orang masih terlalu emosi“ kata Ganguly.
Dalam kasus India, dia mengatakan bahwa yang dibutuhkan bukanlah metode hukuman baru bagi pelaku kejahatan seksual. Lebih penting lagi adalah memastikan bahwa para pelaku bisa dituntut dan dihukum, bahkan dengan aturan yang ada saat ini.
“Bicara soal hukuman baru tidak masuk akal“ kata Ganguly sambil menambahkan bahwa dia menentang semua jenis hukuman yang melibatkan unsur penyiksaan dalam bentuk apapun.
Di banyak tempat, pemberlakuan hukum kebiri kimia paksa, biasanya terjadi sebagai respon setelah terjadinya kasus pemerkosaan atau pedofilia yang membuat banyak orang marah.
Pertengahan tahun 2012, seorang laki-laki di Korea Selatan dijatuhi hukuman kebiri kimia karena berulang kali melakukan serangan seksual kepada anak-anak. Inilah untuk pertama kalinya negara itu menjatuhkan hukuman kebiri, sejak aturan itu berlaku dua tahun sebelumnya.
Laki-laki berusia 45 tahun yang empat kali melakukan pemerkosaan dan serangan seksual terhadap anak-anak di bawah umur dikebiri. Dia dibebaskan dari penjara, namun diwajibkan mendapat suntikan kebiri kimia setiap tiga bulan selama tiga tahun.
Sesuai aturan, jika menolak atau tidak datang sesuai jadwal penyuntikan, maka dia bisa dimasukkan kembali ke dalam penjara selama tujuh tahun. Tidak hanya itu. Laki-laki itu juga dipasangi gelang elektronik untuk mengawasi gerak-geriknya di luar penjara. Dia adalah orang terakhir di dunia yang tercatat menjalani hukuman kebiri kimia paksa.
Kebiri Kimia di Dunia
Kebiri kimia digunakan dalam banyak bentuk: sejumlah negara memberlakukan itu sebagai hukuman paksa sebagaimana hukuman penjara.
Sementara di negara lain, kebiri kimia ditawarkan sebagai alternatif untuk mendapat pengurangan masa hukuman. Artinya, para terpidana ditawari untuk mendapat pengurangan masa hukuman asal bersedia menjalani kebiri kimia.
Tahun 2013, Turki kemungkinan akan mulai menerapkan hukum kebiri kimia bagi para pedofil. Mereka berharap metode hukuman ini bisa menciptakan efek jera dan membuat pemerkosaan anak di bawah umur berkurang.
Tahun 2012, Moldova dan Estonia meloloskan aturan mengenai hukuman kebiri kimia. Aturan serupa juga berlaku di banyak negara termasuk Argentina, Australia, Israel, Selandia Baru, dan Rusia.
Setidaknya sembilan negara bagian Amerika: California, Florida, Georgia, Iowa, Louisiana, Montana, Oregon, Texas dan Wisconsin juga memberlakukan beragam versi mengenai hukuman kebiri kimia dalam sistem hukum mereka.
Jerman termasuk negara yang mempunyai aturan mengenai hukuman kebiri. Awal tahun 2012, Komite Anti Penyiksaan Uni Eropa mendesak Jerman agar mengakhiri pelaksanaan hukuman itu. Dalam jawaban tertulis, pemerintah Jerman mengatakan bahwa praktek itu "sedang ditinjau ulang."
Jerman memberlakukan hukuman ini dengan prosedur yang ketat: terpidana sebelumnya diberitahu mengenai dampak dan kemungkinan efek sampingan. Dan yang paling penting: terpidana bersedia menjalani kebiri kimia. Terakhir, hukuman ini dilaksanakan tahun 1960-an.
Tahun 2010 berbagai kelompok hak asasi manusia mengecam pemerintah Polandia yang memberlakukan hukuman kebiri kimia paksa.
Sebagaimana dikutip The Economist, dalam pernyataannya pemerintah Polandia beralasan “Tujuan dari tindakan ini adalah untuk memperbaiki kesehatan mental terpidana, menurunkan libidonya dan dengan demikian mengurangi risiko kejahatan lainnya dilakukan oleh orang yang sama.“
Menanggapi kritik yang menyebut hukuman itu tidak manusiawi, Perdana Menteri Polandia, Donald Tusk mengatakan “Saya tidak percaya bahwa kita bisa menyebut para individu atau makhluk-makhluk ini sebagai manusia. Jadi dalam kasus ini, kita tidak perlu mendiskusikan hak asasi manusia.“
Komentar
Posting Komentar