Kritik Arsitektur

1.1      Kritik Arsitektur
1.1.1           Kritik Arsitektur Normatif
Kritik normatif adalah mengkritisi sesuatu baik abstrak maupun konkrit sesuai dengan norma,aturan,ketentuan yang ada. Hakikat kritik normatif adalah
A.        Adanya keyakinan (conviction) bahwa di lingkungan dunia manapun, bangunan dan wilayah perkotaan selalu dibangun melalui suatu model, pola, standard atau sandaran sebagai sebuah prinsip.
B.         Dan melalui ini kualitas dan kesuksesan sebuah lingkungan binaan dapat dinilai.
C.         Norma bisa jadi berupa standar yang bersifat fisik, tetapi adakalanya juga bersifat kualitatif dan tidak dapat dikuantifikasikan
D.        Norma juga berupa sesuatu yang tidak konkrit dan bersifat umum dan hampir tidak ada kaitannya dengan bangunan sebagai sebuah benda konstruksi
4 metode sebagai kritik normatif seperti berikut :
1.       Doktrin ( satu norma yang bersifat general, pernyataan prinsip yang tak terukur)
2.       Sistem ( suatu norma penyusunan elemen-elemen yang saling berkaitan untuk satu tujuan)
3.       Tipe ( suatu norma yang didasarkan pada model yang digenralisasi untuk satu kategori bangunan spesifik)
4.       Ukuran ( sekumpulan dugaan yang mampu mendefinisikan bangunan dengan baik secara kuantitatif)
Dalam hal ini akan dibahas mengenai metode Tipe. Metode Tipe adalah suatu norma yang didasarkan pada model yang digenralisasi untuk satu kategori bangunan spesifik.
Contoh Kritik Arsitektur Normatif Metoda Tipikal Adalah

GEDUNG TEATER TAMAN ISMAIL MARZUKI
Penampilan bangunan, baik dalam segi interior maupun eksterior selalu menghadirkan unsur keindahan. Adakalanya, kesan estetis itu muncul dari bentuk bangunannya namun ada juga ketertarikan itu dapat muncul dari tampak suatu bangunan. Keindahan suatu bangunan harus ditunjang dengan keberhasilan fungsi dan kekuatan strukturnya agar unsur-unsur arsitektur dapat terpenuhi dengan baik dan keharmonisan dapat terwujud.
Di dalam arsitektur kita mengenal banyak sekali bentuk. Seperti kata Paul Jacues Grillo, salah satu Arsitek dari Prancis yang terkenal “ALL ARCHITECTURE IS MADE OF FORM” jika diartikan kedalam bahasa Indonesia yaitu arsitektur diciptakan dari bentuk-bentuk. Dalam kenyataannya kita melihat banyak sekali bangunan-bangunan yang dirancang dalam berbagai bentuk yang sederhana tetapi dapat terlihat menarik.
Contohnya saja gedung teater yang terletak di Taman Ismail Marzuki, memiliki bentuk dasar persegi dan juga terdapat bentuk segitiga di bagian tampak bangunan dari gedung ini yang dapat dikatakan menjadi pusat ketertarikan dan ikonis karena bentuknya yang menarik. Bentuk dasar persegi dari bangunan ini dapat dikatakan sebagai pusat bangunan yang di dalamnya terdapat ruang inti dan ruang-ruang pendukung lainnya, sedangkan bentuk segitiga pada bagian tampak bangunan ini sangat  memperkuat estetika dan menjadi pusat perhatian dari keseluruhan bangunan yang ada. Namun tidak hanya estetis bentuk segitiga ini juga didukung dengan struktur yang kuat dan bentuknya pun unik dan yang terpenting bentuk struktur ini menjadi satu kesatuan dengan bentuk segitiga tersebut.
Menurut in desisgn indonesia dalam websitenya menjelaskan bahwa gedung ini memiliki sebuah ruang inti yang bernama Teater Lirik dengan kapasitas duduk 1.200 penonton dengan proscenium, rear stage, side stage, fly tower, dan orchestra pit. Adapun Teater Studio yang berukuran lebih kecil, yaitu 250 tempat duduk yang difungsikan sebagai ruang latihan dan pertunjukkan skala kecil. Meskipun kecil, di dalam ruang ini terdapat 4 alternatif penataan panggung. Selain dua ruang utama di atas, terdapat ruang-ruang pendukung lain yang menjadikan gedung ini cukup matang disebut sebagai sebuah gedung teater, yakni ruang pameran, studio tari, ruang ganti pemain, gudang properti, kantor pengelola, dan orchestra shell.
1.1.2           Kritik Arsitektur Deskriptif
·  Dibanding metode kritik lain metode kritik deskriptif tampak lebih nyata (faktual) Deskriptif mencatat fakta-fakta pengalaman seseorang terhadap bangunan atau kota
·  Lebih bertujuan pada kenyataan bahwa jika kita tahu apa yang sesungguhnya suatu kejadian dan proses kejadiannya maka kita dapat lebih memahami makna bangunan.
·  Lebih dipahami sebagai sebuah landasan untuk memahami bangunan melalui berbagai unsur bentuk yang ditampilkannya
·  Tidak dipandang sebagai bentuk to judge atau to interprete. Tetapi sekadar metode untuk melihat bangunan sebagaimana apa adanya dan apa yang terjadi di dalamnya.
Kritik Deskriptif terdiri dari :
1.       Kritik Depiktif Depictive Criticism (Gambaran bangunan)
Depictive kritik tidak dapat disebut kritik sepenuhnya karena tidak menggunakan pertanyaan baik atau buruk. Kritik ini focus pada bagian bentuk, material, serta teksture. Depictictive kritik pada sebuah bangunan jarang digunakan karena tidak menciptakan sesuatu yang controversial, dan dikarenakan cara membawakan verbal mengenai fenomena fisik jarang provocative atau seductive to menahan keinginan pembaca untuk tetap memperhatikan. Fotografi paling sering digunakan ketika ketelitian dalam penggambaran bahan bangunan diinginkan.
2.       Kritik Biografis Biographical Criticism (Riwayat Hidup)
Kritik yang hanya mencurahkan perhatiannya pada sang artist (penciptanya), khususnya aktifitas yang telah dilakukannya. Memahami dengan logis perkembangan sang artis sangat diperlukan untuk memisahkan perhatian kita terhadap intensitasnya pada karya-karyanya secara spesifik.
3.       Kritik Kontekstual Contextual Criticism (Persitiwa)
Untuk memberikan lebih ketelitian untuk lebih mengerti suatu bangunan, diperlukan beragam informasi dekriptif, informasi seperti aspek-aspek tentang sosial, political, dan ekonomi konteks bangunan yang telah didesain.  kebanyakan kritikus tidak mengetahui rahasia informasi mengenai faktor yang mempengaruhi proses desain kecuali mereka pribadi terlibat. Dalam kasus lain, ketika kritikus memiliki beberapa akses ke informasi, mereka tidak mampu untuk menerbitkannya karena takut tindakan hukum terhadap mereka. Tetapi informasi yang tidak controversial tentang konteks suatu desain suatu bangunan terkadang tersedia.
Contoh kritik arsitektur dengan menggunakan Kritik Kontekstual (Contextual Criticism) :
Lokasi                                : Chaoyang District, Beijing, China
Fungsi                                : Bandara internasional
Penetapan                          : 2003
Mulai pembangunan       : 2004
Selesai pembangunan     : 2008
Luas                                    : 1.300.000 m2
Klien                                  : Beijing Capital International Airport Company Ltd.
Struktural Engineer         : Arup
Quantity Surveyor           : Davis Langdon & Seah
M+E Engineer                  : Arup

Beijing Capital International Airport dirancang untuk membangkitkan semangat, menyambut Olimpiade Beijing dan juga merupakan simbol Cina. Bandara dengan atap aerodinamis dan bentuknya naga seperti merayakan sensasi dan puisi penerbangan dan membangkitkan warna tradisional dan simbol Cina. Teknik daylighting sebagai  konsep sains lingkungan dan sains bangunan menjadi ciri khas sang arsitek pada bangunan Beijing Capital International Airport [Foster N. 2013. Beijing Capital International Airport.
Prefabrikasi elemen struktur dan bangunan modular memberikan fleksibilitas untuk pertumbuhan dan operasi masa depan, serta meminimalkan polusi konstruksi di tempat. Desain pasif optimasi - Skylight di atap memberikan cahaya alami ke lantai atas, dan ini juga berorientasi untuk memaksimalkan keuntungan awal matahari pagi, menyediakan pemanas surya pasif untuk ruang. Kombinasi fitur lingkungan pasif dan aktif mengurangi biaya operasional bangunan. Penggunaan bahan yang tersedia secara lokal dan keterampilan lokal. Energi sistem lingkungan yang efisien. Sensor CO2 sesuai pasokan udara segar akurat ke tingkat hunian. VAV tanaman Penyejuk memungkinkan penggunaan pendingin bebas yang signifikan, serta meminimalkan fan energi. Sistem distribusi langsung dan terorganisir dengan baik membatasi pompa dan energi fan [Foster N. 2008. Hal. 1]
1.1.3           Kritik Arsitektur Deskriptif
Kritik Interpretif (Interpretive Criticism) yang berarti adalah sebuah kritik yang menafsirkan namun tidak menilai secara judgemental,Kritikus pada jenis ini dipandang sebagai pengamat yang professional. Bentuk kritik cenderung subyektif dan bersifat mempengaruhi pandangan orang lain agar sejalan dengan pandangan kritikus tersebut. Dalam penyajiannya menampilkan sesuatu yang baru atau memandang sesuatu bangunan dari sudut pandang lain. terdiri dari :
1.      Kritik Evokatif (Evocative) (Kritik yang membangkitkan rasa)
Menggugah pemahaman intelektual atas makna yang dikandung pada suatu bangunan. Sehingga kritik ini tidak mengungkap suatu objek itu benar atau salah melainkan pengungkapan pengalaman perasaan akan ruang. Metode ini bisa disampaikan dalam bentuk naratif (tulisan) dan fotografis (gambar).
2.       Kritik Advokatif (Advocatory) (Kritik yang membela, memposisikan diri seolah-olah kita adalah arsitek tersebut.)
Kritik dalam bentuk penghakiman dan mencoba mengarahkan pada suatu topik yang dipandang perlu. Namun bertentangan dalam hal itu kritikus juga membantu melihat manfaat yang telah dihasilkan oleh arsitek sehingga dapat membalikkan dari objek bangunan yang sangat menjemukan menjadi bangunan yang mempersona.
3.       Kritik Impresionis (Imppressionis Criticism) (Kritik dipakai sebagai alat untuk melahirkan karya seni baru).
Kritik ini menggunakan karya seni atau bangunan sebagai dasar bagi pembentukan karya seninya. Kritik impresionis dapat berbentuk :
a.        Verbal discourse (narasi verbal puisi atau prosa).
b.       Caligramme (paduan kata)
c.        Painting (lukisan)
d.       Photo image (imagi foto)
e.        Modification of building (Modifikasi bangunan)
f.        Cartoon (menampilakan gambar bangunan dengan cara yang lebih menyenangkan).
Contoh : Kritik impressionis
menggunakan karya seni atau bangunan sebagai dasar bagi pembentukan karya keseniannya.
Keberadaan Teater Keong Mas di prakarsai oleh Almarhumah Hj. Tien Soeharto. Sebagai sarana rekresi dan pendidikan, tempat ini dibuka untuk umum sejak tanggal 20 April 1984. Menempati areal seluas 4,4 hektar gedung ini terbagi kedalam beberapa bagian seperti ruang teater, kantor, toilet, kantor karyawan dan power house. Untuk areal parkir dapat menampung 235 kendaraan sedan/minibus dan  24 kendaraan bus/microbus. Pada bagian depan, samping dan belakang terdapat taman sebagai penunjang keindahan.
Dengan menggunakan media tayangan film atau audio visual teater imax Keong Mas memperkenalkan kekayaan alam dan budaya Indonesia. Pada awalnya hanya film film Indonesia saja yang diputar dengan dengan memakai kecanggihan teknologi Sinematografi modem proyektor IMAX . Diantaranya dengan judul Indonesia Indah I, Indonesia Indah II (Anak-anak Indonesia), Indonesia Indah III (Indonesia Untaian Manikam di Kathulistiwa dan Indonesia IV (Aku Bangga menjadi Anak Indonesia). Namun kemudian dalam perkembangannya  taeter keong mas mulai memutar film-film asing tapi tetap dengan nuansa pendidikan, tema hiburan, ilmu pengetahuan dan teknologi  serta tema lingkungan hidup. Dalam film asing tersebut terbagi menjadi 2 kategori yakni jenis film IMAX diantaranya Speed, The First Emperor of China, The Limit, Wild Ocean dan lain sebagainya sedangkan kategori kedua adalah jenis film IMX DMR diantaranya Spiderman2, Harry Potter 2, Transformer 2 dan film film baru lainnya. Gedung teater ini memiliki kapasitas 920 tempat duduk kelas ekonomi dan 36 kelas VIP/balkon.
Fungsi bangunan ini adalah sebagai teater, maka sesuai dengan bentuk desain yang diambil dari Keong karena dapat memberikan ruang dan akustik yang cocok untuk sebuah teater. 












Sumber :
http://jalaner.blogspot.com/2012/09/keong-mas-tmii-jakarta.html 
http://id.wikipedia.org/wiki/Taman_Mini_Indonesia_Indah
http://jakarta.panduanwisata.id/jakarta-timur/teater-keong-mas-pembelajaran-atas-kekayaan-indonesia/

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Konservasi Arsitektur "Museum Bank Indonesia"

Tugas Maket