KOTA YANG TELAH MENERAPKAN 30% WILAYAH KOTA MENJADI WILAYAH HIJAU

DEFINISI

Ruang Terbuka Hijau
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dan Peraturan Menteri PU No.05/PRT/M/2008tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan disebutkan bahwa pengertian Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah area memanjang/jalur dan atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh tanaman secara alamiah maupun yang sengaja ditanam. Dalam UU No. 26 Tahun 2007, secara khusus mengamanatkan perlunya penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka hijau, yang proporsi luasannya ditetapkan paling sedikit 30 (tiga puluh) persen dari luas wilayah kota.
Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan
Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan (RTHKP) berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2007 tentang Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan adalah bagian dari ruang terbuka suatu kawasan perkotaan yang diisi oleh tumbuhan dan tanaman guna mendukung manfaat ekologi, sosial, budaya, ekonomi, dan estetika.
Tipologi Ruang Terbuka Hijau
Dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 05/PRT/M/2008 tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan, mengklasifikasikan RTH yang ada sesuai dengan tipologi berikut :
Berdasarkan Fisik
RTH Alami, berupa habitat liar alami, kawasan lindung, dan taman-taman nasional.
RTH Non Alami/Binaan, yang terdiri dari taman, lapangan lahraga, makam, dan jalur-jalur hijau jalan.
Berdasarkan Struktur Ruang
RTH dengan pola ekologis, merupakan RTH yang memiliki pola mengelompok, memanjang, tersebar.
RTH dengan pola planologis, merupakan RTH yang memiliki pola mengikuti hirarki dan struktur ruang perkotaan.
Berdasarkan Segi Kepemilikan
1. RTH Publik
2. RTH Privat
RTH Memiliki Fungsi Sebagai Berikut:

Fungsi utama (intrinsik) yaitu fungsi ekologis: 
1.     memberi jaminan pengadaan RTH menjadi bagian dari sistem sirkulasi udara (paru-paru kota);
2.    pengatur iklim mikro agar sistem sirkulasi udara dan air secara alami dapat berlangsung lancar;
3.    sebagai peneduh;
4.    produsen oksigen; 
5.    penyerap air hujan;
6.    penyedia habitat satwa;
7.    penyerap polutan media udara, air dan tanah, serta;
8.    penahan angin.  

Fungsi tambahan (ekstrinsik) yaitu:
1.     Fungsi sosial dan budaya:
2.    menggambarkan ekspresi budaya lokal;
3.    merupakan media komunikasi warga kota;
4.    tempat rekreasi; wadah dan objek pendidikan, penelitian, dan pelatihan dalam mempelajari alam.
Fungsi ekonomi:
1.     sumber produk yang bisa dijual, seperti tanaman bunga, buah, daun, sayur mayur; bisa menjadi bagian dari usaha pertanian, perkebunan, kehutanan dan lain-lain.
Fungsi estetika:
1.     meningkatkan kenyamanan, memperindah lingkungan kota baik dari skala mikro: halaman rumah, lingkungan permukimam, maupun makro: lansekap kota secara keseluruhan;
2.    menstimulasi kreativitas dan produktivitas warga kota;
3.    pembentuk faktor keindahan arsitektural;
4.    menciptakan suasana serasi dan seimbang antara area terbangun dan tidak terbangun.



Kota yang Menerapkan RTH
KOTA BANDA ACEH :

·      Green planning and design (Perencanaan dan rancangan kota hijau)
Prinsip Kota Hijau diarahkan pada pembangunan kawasan berkepadatan lebih tinggi, mixed used, dan berorientasi pada manusia. Perancangan diarahkan untuk mengakomodasi lebih banyak ruang bagi pejalan kaki, penyandang cacat, dan pengguna sepeda.
Untuk itu, pemerintah Kota Banda Aceh telah menetapkan dokumen perencanaan dan perancangan kota sebagai produk hukum yang kuat dan mengikat baik dalam wujud peraturan daerah /peraturan walikota, termasuk peraturan mengenai ruang terbuka hijau. Dalam hal ini, mencakup juga pembuatan Masterplan Kota Hijau dan Rencana Detail Tata Ruang Kota yang mengadopsi prinsip-prinsip Kota Hijau. Pemko Banda Aceh telah melahirkan Qanun No.4 Th 2009 tentang RTRW Kota Banda Aceh Tahun 2009-2029 yang turut mengatur tentang ruang terbuka hijau Kota Banda Aceh.
·      Green Open Space (Ruang Terbuka Hijau)
Ruang terbuka hijau (RTH) adalah salah satu elemen terpenting kota hijau. Ruang terbuka hijau berguna dalam mengurangi polusi, menambah estetika kota, serta menciptakan iklim mikro yang nyaman. Hal ini dapat diciptakan dengan perluasan lahan taman, koridor hijau dan lain-lain.
Oleh karena itu, visi green city pada dasarnya juga sejalan dengan visi cyber city kota Banda Aceh. Dalam hal sosial, green open space yang atraktif adalah public sphere yang menarik untuk tempat pertemuan dan interaksi sosial. oleh karena itu, keberadaan green open space yang mencukupi dapat berperan signifikan dalam menghidupkan kehidupan sosial warga. Oleh karena itu, ia sejalan dengan visi sosial islam dan Aceh yang menghendaki kehidupan sosial yang berbasis kekeluargaan dan persaudaraan untuk membangun “ummah” yang kokoh. Dari sisi lingkungan, green open space berperan dalam mengurangi polusi, menciptakan iklim mikro yang nyaman, meningkatkan keindahan kota dan lain-lain.
Mengingat pentingnya peranan ruang terbuka hijau dalam visi green city, Pemko Banda Aceh telah melahirkan Qanun No. 4 Tahun 2009 tentang RTRW Kota Banda Aceh 2009-2029. Dalam qanun ini, ditetapkan bahwa pengembangan ruang terbuka hijau (RTH) meliputi taman kota, hutan kota, jalur hijau jalan, sabuk hijau, RTH pengaman sungai dan pantai atau RTH tepi air. Pengaturan ruang terbuka hijau (RTH) di Kota Banda Aceh disebar pada setiap desa/gampong (90 gampong).

Jumlah RTH hingga tahun 2011 meliputi taman kota tersebar pada 40 gampong dan hutan kota tersebar pada 19 gampong. Target pencapaian RTH gampong setiap 5 tahun sebanyak 12 taman kota dan 18 hutan kota sehingga pada tahun 2029 pemanfaatan ruang terbuka hijau telah tersebar merata di seluruh gampong di Kota Banda Aceh.
Sesuai dengan RTRW Kota Banda Aceh Tahun 2009-2029, pemerintah Kota Banda Aceh menargetkan RTH publik sebesar 20,52%. Hingga tahun 2011 ini luas RTH (ruang terbuka hijau) yang dimiliki oleh Pemerintah Kota adalah sebesar ± 12,0%. Untuk mencapai target 20,52% tersebut, Pemerintah Kota terus berupaya mengimplemetasikan berbagai kebijakan dan program perluasan ruang terbuka hijau.
Untuk RTH privat, kebijakan Pemerintah Kota Banda Aceh sudah menerapkan RTH seluas 30 – 40% dari setiap persil bangunan, dimana angka persentase luasan RTH ini sudah melebihi target yang ditetapkan dalam UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang yaitu 10%. RTH yang dikembangkan di Banda Aceh meliputi sempadan sungai, sempadan pantai, sepanjang jaringan jalan, pemakaman, taman kota yang tersebar pada setiap kecamatan, dan hutan kota.
Pada kawasan pesisir pantai, RTH berfungsi sebagai penyangga bagi daerah sekitarnya dan penyangga antara kawasan pesisir dengan kawasan terbangun juga berfungsi mereduksi gelombang pasang dan meminimalkan gelombang tsunami. Oleh karena itu, bagi Kota Banda Aceh, RTH di sepanjang pesisir pantai juga merupakan bagian tidak terpisahkan dari strategi mitigasi bencana. Selain itu, ia juga berperan  untuk mengatur tata air, pencegahan banjir dan erosi, serta memelihara kesuburan tanah. Sementara itu, RTH di dalam kota seperti RTH di sempadan sungai dan di sepanjang jalan berfungsi peneduh/penyejuk, penetralisasi udara, dan keindahan dan menjaga keseimbangan iklim mikro. Untuk mendukung keberadaan RTH dan menjaga keseimbangan iklim mikro, Kota Banda Aceh juga didukung oleh beberapa kawasan tambak, tandon, kawasan bakau dan tujuh aliran sungai yang berfungsi sebagai daerah tangkapan air (catchment area), kegiatan perikanan, dan sebagainya.
Selain itu, Kota Banda Aceh juga melakukan peningkatan/revitalisasi hutan dan taman Kota. Juga dilakukan pemeliharaan berkala terhadap 74 taman, 10 areal perkuburan, taman pembibitan (7.12 Ha), dan hutan kota (6 Ha) yang ada di Kota Banda Aceh.

KOTA PURWOKERTO

Eksistensi fungsi RTH dalam ruang perkotaan sebagai ruang fungsional yang memberikan fungsibioengineering dan biofilter bagi lingkungan perkotaan, dipertegas dalam UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Pasal 29 tentang ketentuan RTH Publik dan RTH Privat, dimana besaran ruang RTH privat yang harus disediakan minimal 10 % dan RTH Publik minimal 20% dari total luas ruang Kawasan Perkotaan.
Keberadaan RTH Publik di Kawasan Perkotaan Purwokerto berdasarkan Studi Bantuan Teknis Penataan Ruang Kawasan Perkotaan Purwokerto tahun 2008, diketahui masih berkisar antara 5 % hingga 6 % dari luas Kawasan Perkotaan Purwokerto, terdiri dari lapangan olahraga kelurahan, median jalan dan jalur hijau, alun-alun kota, hutan kota, pemakaman dan GOR. Pemenuhan 20% RTH Publik sebagaimana diamanatkan UUPR 2007 di Kawasan Perkotaan Purwokerto dapat dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Banyumas melalui kebijakan mengefektifkan lahan-lahan milik Pemda untuk tetap dipertahankan fungsinya sebagai RTH Publik (seperti lapangan olahraga kelurahan, GOR, hutan kota, pemakaman, median jalan dan jalur hijau) serta melakukan upaya penambahan RTH seperti mengubah lahan eks Terminal Purwokerto sebagai RTH/ Taman Rekreasi.
Kawasan eks Terminal Purwokerto merupakan kawasan yang ditetapkan sebagai kawasan perdagangan dan jasa melalui Perda No. 2 Tahun 2003 tentang perubahan atas Perda No. 6 Tahun 2002 tentang RUTRK dengan kedalaman RDTRK Kota Purwokerto. Alih fungsi lahan dari fungsi perdagangan jasa menjadi fungsi ruang terbuka hijau secara umum telah diatur dalam rencana peruntukan penggunaan tanah Kota Purwokerto dalam dokumen RUTRK dengan kedalaman RDTRK Kota Purwokerto, melalui toleransi penggunaan lahan lain dalam suatu kawasan yang telah ditetapkan dominasi pemanfaatan ruangnya. Toleransi pemanfaatan RTH di kawasan Perdagangan Jasa diatur dengan toleransi 10% dari luas kawasan sehingga tidak merubah dominasi pemanfaatan ruang pada kawasan yang bersangkutan. Jadi kebijakan Pemkab. Banyumas merubah fungsi perdagangan jasa menjadi RTH di kawasan eks terminal Purwokerto selaras dengan dokumen rencana kota yang berlaku saat ini dan utamanya sebagai upaya pemenuhan 20% RTH Publik di kawasan Perkotaan Purwokerto sebagaimana diamanatkan dalam undang–undang penataan ruang. Selain itu keberadaan RTH/ Taman Rekreasi akan memberikan manfaat yang lebih besar secara ekologis, sosial budaya (interaksi sosial) dan nilai estetika di lingkungan Perkotaan Purwokerto serta sebagai upaya mengarahkan pembangunan Kawasan Perkotaan Purwokerto secara seimbang dan proporsional dengan nilai-nilai lingkungan.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Konservasi Arsitektur "Museum Bank Indonesia"

Kritik Arsitektur

Tugas Maket